Day 6 - Ninnaji Temple dan Nagai

Kamis, 16 April 2015

Bangun pagi yang sangat segar! Saya pikir saya tidak akan bisa tidur tetapi ternyata saya sudah terlelap pulas pada pukul 10 malam. Udara dingin musim semi menyeruak, mandi, ketemu suami lagi (hore!), membereskan laundry, lalu sarapan dengan menu yang sudah kami pesan dari hostel, yakni Japanese Breakfast: lengkap dengan ikan, tofu, sup, telur, nasi, ubi manis, dan teh hangat. Selanjutnya, kami bersiap-siap untuk check out dan mengumpulkan selimut dan seprai yang sudah kami gunakan ke meja resepsionis. Saya berpamitan dengan Catherine, teman sekamar saya. Dia akan ke Gunung Fuji dan saya akan ke Osaka. Sebelum meninggalkan hostel, kami berencana untuk berkeliling Kyoto dulu dan mencicipi es krim kacang merah yang dijual di hostel, nyam!

Japanese Breakfast
Es kacang merah yang nagih :9
Utano hostel sangaaaat menyenangkan, kurang lama rasanya berada di Kyoto (karena tragedi ketinggalan bis itu hehe). Awalnya, saya pingin dan harus banget berkunjung ke Arashiyama Park, yakni objek wisata hutan bambu yang sangat magis itu. Tapi Arashiyama cukup jauh dari Utano dan kami khawatir terlalu malam tiba di Osaka. Akhirnya, kami memilih untuk berkunjung ke salah satu kuil yang ada di Kyoto. Kalau kita naik bis dari Utano ke Kyoto Station maka di sepanjang jalan akan banyak sekali dijumpai kuil-kuil yang bagus dan dipenuhi turis.

Kami memilih untuk mampir ke kuil terdekat yang namanya Ninnaji Temple. Ninnaji Temple sangaaat luas. Di pintu gerbang kita disambut oleh patung besar dan saat masuk kita bisa melihat pohon sakura yang bermekaran. Semua orang menikmati keindahan pohon sakura dan tidak terlihat ada yang memetik bunganya sama sekali. Begitulah cara mereka mencintai sakura.

Gerbang Ninnaji
Bentuk pohonnya lucu :3
Di Ninnaji Temple, kita bisa masuk ke area istana dan ada beberapa kios yang menjual souvenir yang unik seperti kaligrafi nama dengan tulisan kanji dan kios ramalan. Saya tidak sempat masuk ke istana, tapi bisa berkeliling di sana rasanya sudah amaaazed banget. Apalagi sakura sedang cantik-cantiknya dan terlihat puncak kuil dari sela-sela pohon sakura yang rimbun. Banyak yang mengabadikan keindahan kuil dengan memotret, tetapi ada pula yang memilih dengan duduk dan melukis. Ah, kagum!

Sakura dimana-mana :*
Puncak kuil :)
Salah satu bangunan di Ninnaji
Setelah puas berkeliling, kami kembali melanjutkan perjalan ke Kyoto Station dengan naik bis yang sama. Saat itu, Kyoto sedang ramai-ramainya turis. Mereka pun naik bis yang sama seperti kami. Tidak beberapa lama, kami tiba di Kyoto Station untuk melanjutkan perjalanan ke Osaka. Rasanya tidak lengkap ya kalau jauh-jauh ke Jepang tidak mencoba naik Shinkansen. Tarif Shinkansen antar kota memang agak mahal, misalnya dari Tokyo ke Kyoto saja bisa belasan ribu yen, huks. Tapi jangan khawatir, masih ada rute Shinkansen paling murah yakni rute Kyoto ke Shin-Osaka dengan harga sekitar 1400 Yen saja untuk kereta dengan unreserved seat. Kami naik ke gerbong satu, duduk di kursi paling depan haha supaya bisa menghayati kecepatannya gituuu (norak), lagipula saat itu kereta sedang sepi jadi bisa duduk di mana saja. Dan, baru saja duduk, kira-kira 10 menit kemudian kami sudah tiba di Shin-Osaka XD

Shinkansen yang elegan :*
Inside :D
Enjoy the speed XD
Kami sudah memesan hostel di Osaka, tepatnya di daerah Nagai. Hostel yang kami pilih sama seperti hostel di Utano, Kyoto yang sama-sama tergabung dalam Youth Hostel. Osaka juga sangat berbeda dengan Tokyo, di sini jauh lebih tenang dan tidak terlihat hiruk pikuk seperti di Tokyo. Budayanya juga berbeda, salah satunya bisa dilihat dari cara naik eskalator hehe. Kalau di Tokyo dan Kyoto kita berdiri di sisi kiri, sedangkan di Osaka kita berdiri di sisi kanan. Kami baru tahu juga kalau Nagai cukup jauh dari Shin-Osaka Station, sehingga harus berganti tiga kali subway. Tapi tetap saja salut dengan sistem transportasi di Jepang yang saling terintegrasi ini.

Sesampai di Nagai kami agak kebingungan, haha. Stasiun Nagai berada di area stadion Nagai yang juga menjadi lokasi hostel kami. Hostel berada di dalam stadion? Menarik! Lokasi hostel agak jauh dari gerbang stadion, saya sudah ngos-ngosan karena membawa tas ransel yang berat. Di stadion ini ramai orang-orang yang berolahraga entah berlari, membawa jalan-jalan anjing peliharaannya, atau bermain yoyo. Namun, di sepanjang jalan banyak sekali para lansia yang duduk dan saling bercengkrama. Atmosfernya sangat tenang dan sepi (dan sepertinya tidak cocok buat saya yang gampang kesepian haha). Para lansia tersebut tersenyum memandang kami. Kawasan ini seperti kota pensiun :O

Setelah berjalan 15 menit akhirnya sampai di hostel, yey! Kami menemui resepsionis dan mengkonfirmasi reservasi kami. Awalnya kami memesan bunk bed seperti di Utano, tapi entah gimana pada akhirnya kami malah diberikan kamar untuk berdua yang khas Jepang dengan tatami floor seperti kamarnya Nobita. Syukurlah! Banyak hal aneh di Nagai Hostel ini, sepiiii senyaaaap dan lorong menuju kamar gelap dan suram. Tidak terlihat juga banyak turis lalu lalang dan berkumpul. Kami juga harus menyewa seprai karena seprai tidak diberikan gratis :p




Kamar kami terlihat seperti ruang ganti atlet haha. Sampai di kamar kami pun sholat dan ketiduran. Saat petang baru menjelang, eh hostel ini sudah sangaaaat sepi. Kami ingin makan malam di luar, tapi membayangkan jalan ke luar stadion yang gelap dan jauh rasanya sudah malas. Akhirnya kami memilih menyewa sepeda. Sepeda yang tersedia hanya satu, dan suami saya pun memboncengi saya. Saya duduk menyamping dan membayangkan ada di scene film romantis Korea. Tapiiii ternyata, moment itu tidak berakhir romantis. Setelah kami mampir ke Family Mart untuk membeli air mineral dan roti lalu tiba-tiba............................... mobil polisi datang.

IYA, MOBIL POLISI DATANG! Saya pikir mereka ini datang mengejar siapa, eh ternyata mengejar kami. Ya Allaaaah, bermasalah sama polisi di negeri orang, hukssss. Mereka keluar dari mobil dan kami disuruh turun dari sepeda. Suami saya nggak bawa passport pula hahaaaa cuma bawa ktp dong. Lalu terjadilah percakapan yang membingungkan, kami nggak paham banyak bahasa Jepang dan mereka nggak paham bahasa Inggris. Dengan bahasa tubuh, mereka menjelaskan bahwa boncengan naik sepeda adalah melanggar aturan. AAAKKKK.

Tangan saya udah dingin dong, tapi suami saya tenang saja huks. Dalam pikiran saya, kami akan dibawa ke kantor polisi, trus dideportasi, trus.....................

Saat itu sudah jam 9 malam, akhirnya dia menelpon temannya yang bisa berbahasa Inggris sambil nanya-nanya.

"Wife? Husband? Baby?" Kami angguk-angguk, lalu geleng-geleng. Dia tersenyum kayaknya kasihan lihat muka saya huks.

Tidak beberapa lama temannya itu datang, dia menanyakan dimana hostel kami, dapat sepeda dari mana (takut dikira mencuri kali ya), dan menjelaskan bahwa ini adalah pelanggaran. Kami disuruh naik ke mobil polisi dan sepedanya juga diangkut ke mobil itu! Sudah hampir jam 10 malam, sehingga gerbang stadion sudah ditutup. Maka kami harus berjalan kaki, dan polisi muda yang bisa berbahasa Inggris tersebut menemani kami. Dia ikut masuk ke dalam kamar lalu melihat passport kami. Pesannya adalah passport harus selalu dibawa kemana pun. Polisi itu pamit dan suami saya baru sadar kalau roti yang kami beli ketinggalan di mobil. Akhirnya dia balik lagi ke gerbang stadion, wew.

Setelah itu, rasanya saya tidak lapar lagi. Kenyang adrenalin.

Comments

Popular Posts