Ritual

"Ayo mari menyeberang"

Ini sekian kalinya kita bertemu dari dua puluh delapan hari pertama di tahun dua ribu tiga belas. Anehnya, akhir-akhir ini saja aku baru melihatmu. Dan lebih anehnya, kita selalu berangkat di jam yang sama dan menit yang hampir sama. Hampir - kadang aku berjalan beberapa meter di depanmu, lalu aku memperlambat langkahku. Kadang kau sudah berlalu saat aku akan keluar dan mengunci pintu pagar, lalu kau berpura-pura berhenti seakan ada yang salah dengan sepatumu atau langit pagi itu.

Sayangnya kita tak pernah benar-benar saling bicara atau sekedar bertanya namamu siapa? Tinggal di dekat sini juga? Kau selalu berjalan bergerombol dengan tiga orang teman, tapi jujur saja kau yang paling menonjol. Apa karena penciumanku sadar bahwa kau tertarik padaku? Atau aku yang tertarik padamu?

Ini sekian kalinya kita berdampingan menanti lampu hijau lelah berganti merah. Lalu menyusuri jalan yang sama hingga berpisah di pintu masuk berbeda. Kau tersenyum seakan isyarat sampai jumpa setelah mengantarku. Aku pun tersenyum sambil tak bilang apapun setelah itu.

Ritual setiap pagi itu membuatku seperti kecanduan morfin. Ini salah tapi aku tak berdaya. Ini tak ada makna tapi aku menikmatinya. Harusnya dia yang lebih banyak kulihat, bukan kamu. Harusnya dia yang melindungiku, bukan kamu. Mengapa kau mencuri kesempatan yang tak pernah dia ambil itu - dan malah membuatku senang dengan perlakuanmu?

.
.
.

"Sayang, selamat pagi. Hari ini aku senang sekali"

*message sent*

Pesan rutin yang sama. Semoga dia tak pernah bertanya mengapa.

Comments

Popular Posts